BANGKALAN – Bergulirnya Perkara perselisihan dua insan (Khotijah vs Moh Kholil) warga desa lajing kecamatan Arosbaya kabupaten Bangkalan yang mana Moh Kholil didampingi Advokat senior Bangkalan, Bakhtiar Pradinata, SH. MH dalam proses sidang. Bakhtiar menanggapi pemberitaan yang berisi penggiringan opini, terkait persidangan salah satu kasus yang ditanganinya.
Menurut Bakhtiar, ada pihak-pihak yang tidak faham hukum acara sidang dan hukum pidana, telah memframing pemberitaan dengan memanfaatkan media, dengan tujuan untuk memberikan tekanan dengan opini publik supaya penegak hukum, yaitu jaksa dan hakim takut, lalu dan memberikan tuntutan serta vonis yang tidak objektif.
Hal itu, ungkap Bakhtiar berkaitan dengan kasus penganiayaan ringan terhadap anak di bawah umur, dimana dia menjadi kuasa hukum dari terdakwa. ‘’Setiap usai persidangan, ada penggiringan opini oleh media tertentu yang membuat berita tidak berimbang, seolah-olah kasus itu jadi sorotan media dan publik, meskipun sejatinya tidak demikian. Tujuannya, agar jaksa dan hakim terintimidasi atau terpengaruh dan kemudian mengabaikan fakta-fakta dalam persidangan,’’ kata Bakhtiar.
Kasus yang ditanganinya tersebut, pada kenyataannya adalah kejadian yang dilebih-lebihkan dan direkayasa. ‘’Semua terungkap dalam persidangan pemeriksaan saksi. Dimana saksi-saksi mengatakan bahwa lebam merah dua centimeter di lengan korban, difoto setelah korban dipijat atau diurut,’’ ungkapnya.
Saksi-saksi yang dihadirkan, sambungnya, memberikan keterangan yang berubah-ubah. ‘’Sudah menjadi hak pengacara untuk menggali jawaban dari saksi dengan pertanyaan-pertanyaan mendalam. Tapi, tindakan kami sebagai pengacara, oleh media dianggap tekanan dan dibuat tuduhan dengan opini seolah pengacara, jaksa, dan hakim ada main mata”
Dijelaskan, posisi seorang Jaksa, Hakim ataupun Pengacara di dalam persidangan tujuannya sama yaitu mencari kebenaran formil dan materiil, dan memastikan apakah benar bahwa terdakwa tersebut betul telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang ada dalam surat dakwaan. Paparnya kepada media, Sabtu (6/8/2022).
Menurut Bakhtiar, dalam hukum acara pemeriksaan ketika saksi dalam persidangan tidak seorangpun yang bisa mempengaruhi seorang saksi dalam memberikan kesaksiannya, baik itu seorang Hakim, Jaksa, ataupun Pengacara.
“Saksi akan disumpah dan memberikan keterangan sesuai dengan apa yang dia lihat, yang didengar, ataupun yang dia ketahui dan dialami saat di persidangan berlangsung tanpa adanya intervensi dari manapun ” Imbuhnya.
Baktiar menyatakan, apa yang sudah dilakukannya adalah merupakan sebagian daripada haknya untuk menggali keterangan dari seorang saksi dan dipastikan apakah sesuai dengan yang tertulis di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dengan saat di persidangan. ” Itu saya lakukan hanya memastikan apakah klien saya yang duduk di kursi persidangan itu betul-betul bersalah sebagaimana dalam surat dakwaan “
Ditambahkan juga bahwa lebam yang ada pada bahu sebelah kiri korban itu bukan akibat dari ulah terdakwa, akan tetapi menurut keterangan saksi sendiri lebam tersebut diakibatkan dari bekas pijatan. ”Setelah dipijat dan difoto tampak merah dan lebam, itu fakta persidangan yang ada, jangan menjustis terlalu dini biar hakim nantinya yang akan memutus segalanya ” Terangnya.
Terpisah, Risang Bima Wijaya, advokat dari kantor Rumah Advokasi Rakyat juga menyinkapi fenomena penggiringan opini oleh media, khususnya di Bangkalan terhadap jalannya proses persidangan.
‘’Berita-berita yang ditulis dengan mengabaikan fakta persidangan, tetapi ditulis hanya berdasarkan komentar nara sumber yang tidak objektif dan ditunggangi kepentingan.
Seorang terdakwa yang disidang, bukan orang yang seoalah-olah harus dinyatakan bersalah. Bisa jadi tuduhan terhadap dia tidak terbukti dalam sidang sehingga harus dibebaskan. Atau, tambahnya, persidangan akan mengungkap kejadian yang sebenarnya dari sebuah tindak pidana.
‘’Sehingga hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa harusnya sesuai dengan takaran kesalahannya. Bukan dituntut setinggi-tingginya dan dihukum seberat-beratnya karena jaksa dan hakim takut opini,’’ kata Risang.
Kalau dalam persidangan terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana, hakim harus berani membebaskan. ‘’Jaksa juga harusnya tidak membuat tuntutan karena ketakutan akan opini dan demi pencitraan saja, supaya dipuji kalau jaksa berpihak kepada pelapor,’’ ujar Risang. Jaksa, Hakim, dan Pengacara itu sama-sama penegak keadilan dan pejuang keadilan,” pungkas pria berambut gondrong itu.
Dalam kesempatan yang sama Bahtiar berharap kepada semua Hakim, Jaksa, atau Aparat Penegak Hukum lainnya khususnya di Bangkalan dan di seluruh Indonesia jangan sampai memutus sebuah perkara hanya karena tekanan masyarakat atau karena opini yang dibentuk oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Dalam artian dengan memanfaatkan media, akan tetapi putuslah persidangan tersebut sesuai dengan fakta persidangan dengan berdasarkan azas Ketuhanan Yang Maha Esa. Karena hal itu nantinya akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT.
Juga berharap kepada pihak-pihak yang notabenenya mau menilai suatu persidangan adalah orang-orang yang mengerti hukum, bukan orang-orang yang tidak mengerti hukum yang dengan hanya menyimpulkan sesuai dengan yang ia harapkan, tutupnya. (Rb/Red)