BANGKALAN – Komite Anti Korupsi Indonesia Moh Hosen Aktivis (KAKI) DPD Kabupaten Bangkalan sebagai sosial kontrol kinerja pemerintah maupun penyampai aspirasi masyarakat dalam menegakkan kebenaran dan membenahi Kebijaksalahan.
Sehubungan adanya informasi bahwa ada indikasi dana Konsinyasi (Dana Penitipan) di pengadilan negeri Bangkalan menjadi dana kongsi (bagi hasil) dengan Pihak Bank BTN Cabang Bangkalan dengan senilai Rp 400 Milar dalam artian dana tersebut berbunga tiap bulan.

Saat diklarifikasi kepihak Bank BTN Cabang Bangkalan, bahwa adanya dana konsinyasi tersebut Mimang berada di Bank BTN Cabang Bangkalan dan dana tersebut dikelola oleh bagian bidang kelembagaan.

Maka dari itu sebagai lembaga kontrol sosial kinerja pemerintah kami berharap pihak pengadilan negeri Bangkalan memberikan data dokumen dana konsinyasi mulai dari tahun 2020, 2021, 2022.
Sebagaimana Keterbukaan informasi publik menjadi peluang masyarakat untuk meningkatkan peran serta dalam penyelenggaraan negara, mendorong untuk pengolahan pelayanan informasi semakin lebih baik.
Baca Juga : Aktivis KAKI Dukung KPK Lakukan OTT Pada Pejabat Pelawan Hukum
Sebelumnya Moh Hosen Aktivis Komite Anti Korupsi Indonesia (KAK) datangi Pengadilan Negeri Bangkalan mau koordinasi dana Konsinyasi kepada Ketua Pengadilan. Namun Ketua PN Bangkalan tidak mau menemui dan diwakilkan kepada Humas PUTU, dari sini ada apa dengan pengadilan (18/01/2023).

UU KIP, atau UU 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik sangat penting sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan pertama, hak setiap orang untuk memperoleh Informasi; kedua, kewajiban Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan Informasi secara cepat, tepat waktu, biaya ringan / proporsional, dan cara sederhana; ketiga, pengecualian bersifat ketat dan terbatas; keempat, kewajiban Badan Publik untuk mernbenahi sistem dokumentasi dan pelayanan Informasi.
Baca Juga : KAKI Ajukan Permohonan KPK Datang Ke Jatim dan Periksa Auditor BPK Wilayah Jawa Timur
UU 14 tahun 2008 tentang KIP menegaskan sebagaimana dalam Pasal 28 F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa setiap Orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh Informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan Informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. UU 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menggarisbawahi dengan tebal bahwa salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang terbuka adalah hak publik untuk memperoleh Informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Hak atas Informasi menjadi sangat penting karena makin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi publik, penyelenggaraan negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan. Hak setiap Orang untuk memperoleh Informasi juga relevan untuk meningkatkan kualitas pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik. Partisipasi atau pelibatan masyarakat tidak banyak berarti tanpa jaminan keterbukaan Informasi Publik.
Setiap Badan Publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses atas Informasi Publik yang berkaitan dengan Badan Publik tersebut untuk masyarakat luas. UU KIP menjelasakan bahwa Lingkup Badan Publik dalam Undang- undang ini meliputi lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, serta penyelenggara negara lainnya yang mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan mencakup pula organisasi nonpemerintah, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, seperti lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, serta organisasi lainnya yang mengelola atau menggunakan dana yang sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 F disebutkan bahwa setiap Orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh Informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan Informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Untuk memberikan jaminan terhadap semua orang dalam memperoleh Informasi, perlu dibentuk undang-undang yang mengatur tentang keterbukaan Informasi Publik. Fungsi maksimal ini diperlukan, mengingat hak untuk memperoleh Informasi merupakan hak asasi manusia sebagai salah satu wujud dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis.
Salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang terbuka adalah hak publik untuk memperoleh Informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hak atas Informasi menjadi sangat penting karena makin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi publik, penyelenggaraan negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan. Hak setiap Orang untuk memperoleh Informasi juga relevan untuk meningkatkan kualitas pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik. Partisipasi atau pelibatan masyarakat tidak banyak berarti tanpa jaminan keterbukaan Informasi Publik.
Keberadaan Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik sangat penting sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan (1) hak setiap Orang untuk memperoleh Informasi; (2) kewajiban Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan Informasi secara cepat, tepat waktu, biaya ringan/proporsional, dan cara sederhana; (3) pengecualian bersifat ketat dan terbatas; (4) kewajiban Badan Publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan Informasi.
Dengan membuka akses publik terhadap Informasi diharapkan Badan Publik termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi pada pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya. Dengan demikian, hal itu dapat mempercepat perwujudan pemerintahan yang terbuka yang merupakan upaya strategis mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dan terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance).
Dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Sanksi yang dapat diberikan apabila penyelenggara melakukan pelanggaran dalam pelayanan publik ada beberapa bentuk, yaitu berupa sanksi teguran tertulis, sanksi pembebasan dari jabatan, penurunan gaji, sanksi penurunan pangkat, sanksi pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, sanksi pemberhentian tidak dengan hormat, sanksi pembekuan misi dan/atau izin yang diterbitkan oleh instansi pemerintah, sanksi pencabutan izin yang diterbitkan oleh instansi pemerintah, sanksi membayar ganti rugi, sanksi pidana dan dikenai denda.
Sanksi tidak hanya diberikan kepada pelaku pelayanan saja, seperti pada kepala bidang atau kepala seksi di level pemda, namun juga dapat diberikan kepada pimpinan penyelenggara dan korporasi/badan swasta dengan bentuk paling ringan yakni sanksi tertulis. Hal ini tercantum dalam Pasal 54 angka 1 UU Nomor 25 Tahun 2009, apabila penyelenggara atau pelaksana layanan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 15 huruf g, dan Pasal 17 huruf e dikenakan sanksi teguran tertulis.
Selain teguran tertulis, penyelenggara dan pelaksana layanan juga dapat dibebaskan dari jabatannya apabila tidak melakukan perbaikan dalam kurun waktu tertentu (tiga bulan dan/atau satu tahun). Hal itu berlaku apabila penyelenggara atau pelaksana layanan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 13 ayat (1) huruf b dan huruf e, Pasal 15 huruf e dan huruf f, Pasal 16 huruf a, Pasal 17 huruf b dan huruf c, Pasal 25 ayat (2), Pasal 29 ayat (2), Pasal 33 ayat (2), Pasal 36 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 44 ayat (1), Pasal 47 ayat (1), Pasal 48 ayat (1), dan Pasal 50 ayat (9).
Dasar hukum UU 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 F, dan Pasal 28 J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kami Aktivis KAKI berharap Ernila Widikartikawati ketua pengadilan Negeri Bangkalan mau bekerjasama dengan baik dalam ketransparanan informasi publik sebagai bukti bahwa Pengadilan Negeri Bangkalan merupakan birokrasi yang bersih dari KKN menuju Pembangunan Zona Integritas Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBK-WBBM) sebagai Wujud Good Governance.
Namun manakala permohonan Data Dokumen Konsinyasi tidak sesuai harapan sebagaimana di maksud UU KIP No 14 Tahun 2008. Maka Ketua Pengadilan Negeri Bangkalan akan kami laporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi Karena disinyalir melakukan KKN,” pungkasnya, Rabu (25/01/2023) di pengadilan negeri Bangkalan.
Penulis : Redaksi